NAMA
: MUCHLIS
MINAKO
JURUSAN : SKI PERPUSTAKAAN A
NIM : 10
42 2029
MATA KULIAH :
FILOLOGI
DOSEN PEMBIMBING : NYIMAS
UMI KALSUM. S.AG, M.HUM
Deskripsi
Naskah
Judul Naskah
Muroqil Ubudiyah
Pengarang
Al-alim al-fadil wal warokot kamil syeh
muhammad nawawi al-jawi penjelasan dari bidayatul hidayah ( Imam Ghozali )
Umur penyimpanan naskah
1972 M – Sekarang
Ukuran halaman
Panjang :
26 cm
Lebar :
18,6 cm
Jumlah halaman
103 halaman
Jumlah baris
36 baris
Panjang baris
12,5 cm
Huruf
Huruf arab gundul
Bahasa
Menggunakan bahasa Arab
Kertas
Gambaran kertas :
tipis, agak merah, bergaris kotak-kotak.
Kulitnya agak merah, tipis dan rapuh.
Cap kertas
Tidak terdapat cap kertas
Jumlah kuras
6 kuras
Keadaan naskah
Baik
Tempat
Di Indonesia pada bulan jumadil awal 1359
Tempat penyimpanan
Perorangan dirumah Kgs.Abdullah bin Haji Mahmud
bin Roni
Bertempat di Jl.K.H.Azhari 5ulu lr.Laksa No.27
Rt.01 Palembang.
Pemilik Naskah
Nyayu Mariah Abdullah
Isi Naskah
Menjelaskan tentang Tassawuf
Berikut sedikit penjelasaannya :
KITAB
PENGAJARAN TASAWUF
Menurut
daftar pengajaran Sufi murid-murid itu dibagi atas tiga golongan, sebagaimana
kitab-kitab Sufi pun dibagi atas tiga golongan bagi masing-masing mereka.
Pembagian golongan itu adalah
- pertama mubtadi, orang-orang yang baru mempelajari ilmu Syari'at, yang
belum suci sama sekali hatinya dari pada ma'siat, ria, ujub, takabur dan
ma'siat lahir yang lain,
- kedua mutawasith, orang-orang yang dianggap menengah, berada di tengah
dalam mempelajari thariqat, tetapi hatinya belum suci semua daripada
maksiat bathin, dan
- ketiga muntahi, orang-orang yang telah sangat lanjut, yang telah suci
roh dan hatinya daripada ma'siat lahir dan bathin, dan telah suci pula
ingatannya daripada selain Allah, yang biasanya dinamakan orang-orang
arifin, telah sampai kepada ma'rifat.
Singkatnya,
pPerbedaan tingkat pendidikan mereka adalah :
- Bagi tingkatan mubtadi, biasanya pendidikannya berupa
pengantar menuju hakikat
- Bagi tingkatan mutawasith, biasanya pendidikan mereka
adalah pendalaman hakikat dan pengantar bagi ilmu laduni
- Bagi tingkatan muntahi, biasanya pada tingkatan ini,
mereka tidak lagi membutuhkan kitab. Mereka yang menulis kitab, karena
mereka sudah berkecimpung dalam ilmu laduni.
Untuk
golongan mubtadi dianjurkan membaca karangan-karangan Ghazali, seperti kitab
"Bidayatul Hidayah", kitab "Minhajul Abidin" kitab
"Arba'in fi Usuliddin", kitab "Sirus Salikin", yang
merupakan keringkasan dari kitab Ihya karangan Ghazali, kitab "Ihya
Ulumuddin", semuanya adalah karangan Imam Ghazali. Banyak lagi kitab-kitab
Ghazali yang dianjurkan, baik dalam bentuk keringkasan maupun dalam bentuk
perluasannya, mukhta- sar atau syarh dan hasyiah, karena kitab-kitab Ghazali itu
banyak mendapat pujian dari ulama-ulama Sufi. Kata Syeikh Husen Faqih :
"Kitab-kitab Imam Ghazali itu adalah laksana obat menghilangkan
racun-racun yang ada pada orang jahil dan orang mubtadi terselip dalam jiwanya,
selain daripada itu juga bermanfa'at untuk menjaga serta mengawasi ulama-ulama
yang mengaji ilmu zahir (ilmu fiqh atau syari'at), begitu juga dapat menuntun
orang-orang yang menjalankan ilmu tharekat, tidak kurang berfaedah bagi
orang-orang yang muntahi, yang arifin, yang muqarrabin, yang mencari jalan
kepada Tuhan, walaupun kepada golongan terakhir ini sangat dianjurkan memakai
kitab-kitab Syaziliyah, karena lebih banyak mengandung ilmu rahasia yang
pelik-pelik mengenai hati, atau kitab-kitab Ibn Arabi, karena di dalamnya
banyak terdapat perkara-perkara yang bersangkutan dengan zauq, wujdan
manazilah, maqamat dan ihwal.
Untuk tingkat
pertama itu dianjurkan juga memakai kitab "Qutul Qulub", karangan Abu
Thalib Al-Makki, kitab "Risalah Al-Qusyairi", karangan Abul Qasim
Al-Qusyairi, lebih baik yang telah dikomentari oleh Zakaria Al-Ansari, begitu
juga kitab "Al-Ghaniyah", karangan Abdul Qadir Al-Jilani, kitab
"Awariful Ma'arif", oleh Umar Suhrawardi, Adabul Muridin" oleh
Muhammad bin Habib Suhrawardi, "Mafatihul Fallah" oleh Ibn
Atha'illah, "Futuhatul Ilahiyah" oleh Zakaria Al-Ansari, dan banyak
lagi kitab-kitab lain karangan Sya'rani, Mabtuli, Qasim Al-Halabi, Ibn Umar,
Al-Marsafi, Al-Qusyasyi, Al-Kurani, Al-Idrus, An-Naqsyabandi, Al-Haddad,
Al-Bakri, mengenai thariqat, As-Samman Al- Madani, Abdur Rauf bin Ali Al-Jawi
Al-Fansuri, yang bermacam- macam namanya dan bermacam-macam pula isinya, ada
yang mengenai kejiwaan, ada yang mengenai akhlak, ada yang mengenai thariqat,
ada yang mengenai khalawat, pelajaran dan mauizah dan sebagainya.
Di
antara kitab-kitab yang dianjurkan dipelajari oleh golongan Sufi tingkat kedua
mutawassith kebanyakan mengenai ilmu thariqgat, mengenai suluk, mengenai zikir
dan wirid, mengenai roh dan kehidupan wali-wali, mengenai zauq dan maqam
ma'rifat, mengenai tahqiq dan lain-lain yang leb.h pelik dan lebih sukar dari
kitab-kitab untuk tingkat pertama. Misalnya "Kitab Hikam", karangan
Ibn Atha'illah As-Sakandari Asy-Syazili, yang dikomentari oleh Ibn Ibad, begitu
juga komentar atas kitab itu yang diperbuat oleh Ahmad Al-Marzuku dan komentar
karangan An-Nagsyabandi dan Ahmad Al-Qusyasyi serta banyak komentar-komentar
lain yang tebal-tebal dan sulit-sulit, selanjutnya juga dipergunakan karangan
Ibn Atha'illah itu, yang bernama "At-Tanwir fi Isgatid Tadbir" dan
karangannya, yang bernama "Latha'iful Minan", dengan segala syarah
dan hasyiyahnya. Begitu juga dianjurkan mempergunakan kitab-kitab Hikam
karangan Abi Madiyah, yang dikomentari oleh Ibn Allan, karangan Ibn Ruslan
dengan komentar dari Syeikh Islam Zakaria Al-Ansari, yang bernama
"Fathurrahman" dan dengan komentar Ahmad Ibn Allan, begitu juga
dengan komentar An-Nablusi, selanjutnya kitab "Futuhul Ghaib",
karangan Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, kitab "Al-Kibrit" karangan
Qutub Al-Idrus, kitab "AI-Masabir", karangan Suhrawardi, begitu juga
kitab "Al-Jawahir wal Bawasit", karangan Syeikh Abdul Wahhab
Asy-Sya'rani, "Risalah Qawaninul Ahkam wal Asyrat ilas Sufiyah",
karangan Abul Mawahib Asy-Syazili, komentar "Qasidah", karangan Ibn
Allah, kitab "Mi'rajul Arwah", karangan As-Saqqaf, kitab
"Jawahirul Khams", karangan Al-Ghaus, dengan syarah-syarahnya, kitab
"Fusulut Tahiyah", karangan Bafadhil, kitab "MiftahulMu'iyah fit
Tharikah Nigsyabandiyah", karangan Abdul Ghani An-Nablusi dengan beberapa
komentar dan silsilah, ki- tab "Dhiya'us Syamsi alal Fathil Qudsi",
karangan Mustafa AI- Bakri, kitab "Asrarrul Ibadat", karangan Syeikh
Muhammad Samman, dan kitab-kitab yang lain karangan ulama Sufi ini dengan
bermacam-macam syarahnya.
Golongan yang
ketiga, yang dinamakan golongan muntahi, golongan yang dianggap tingkat
pengajarannya sudah sampai kepada ilmu hakikat, yang acap kali digelarkan
dengan nama arifin, dianjurkan membaca kitab-kitab yang berisi ilmu laduni,
ilmu ma'rifat terhadap Tuhan, ilmu yang sudah mencapai tingkat ainul ya- kin dan
hakkul yakin, seperti kitab-kitab karangan Syeikh Muhyidin Ibn Arabi, seperti
kitab "Fusulul Hikam", dengan syarah An-Nablusi, dan dengan syarah
Syeikh Ali Al-Muhayimi, selanjutnya kitab Ibn Arabi, yang bernama
"Mawaqi'un Nujum" dan Fatuhatul Makkiyah" dengan komentar yang
aneka warnanya. Begitu juga dianjurkan membaca kitab-kitab "Insanul
Kamil", karangan Syeikh Abdul Karim Al-Jairi, kitab "Sirrul
Masun", karangan Imam Ghazali, begitu juga kitabnya yang bernama
"Misykatul Anwar" dan "AI-Maqsadul Aqsha", dan kitab-kitab
yang lain karangan Imam Ghazali mengenai masalah-masalah ilmu hakikat, sabar
dan syukur, mahabban, mengenai tauhid, mengenai tawakkul dan lain-lainnya, yang
meskipun sudah dibicarakan dalam kitab Ihya, tetapi diperluas dan diperdalam
pembicaraannya dalam karangan-karangan yang tersendiri.
Di antara
kitab-kitab yang dianjurkan juga untuk golongan ini ialah kitab "Tuhfatul
Mursalan", yang membicarakan martabat tujuh, karangan Fadhullah Al-Hindi,
dengan Syarah-syarahnya oleh Al-Kurdi, Al-Madani, yang membuat komentar bernama
"Tahyatul Mas'alah", begitu juga kitab yang bernama "Idhahul
Maqsud", mengenai ma'na wihdatul wujud, dan banyak lagi kitab kitab yang
lain mengenai masalah cahaya suci karangan Sya'rani, mengenai kasyful hijab dan
asrar, pembukaan hijab dan rahasia, mengenai masalah jin, mengenai cermin
hakikat oleh Al-Qusyasyi, mengenai ruhul qudus oleh bermacam-macam wali, begitu
juga kitab yang sangat dianjurkan, bernama "Jawahirul Haqa'iq, karangan
Syeikh Syamsuddin bin Abdullah As-Samathrani, "Sumatra Aceh",
mengenai masalah wihdatul wujud, di antara kitab yang bernama "Idhahul
Bayan fi tahqiqi masa'ilil A'yan", karangan Abdur Rauf Al-Fansuri (dari
Singkil Aceh, Sumatra), dan kitab-kitab lain yang sekian banyaknya mengenai
ilmu hakikat, thariqat dan ma'rifat, yang tidak kita sebutkan di sini karena
sangat memanjang pembicaraan.
Ditegaskan,
bahwa mempelajari segala ilmu hakikat itu yaitu ilmu yang bersangkut-paut
dengan zat, sifat dan af'al Tuhan dalam segala alamnya, dalam alam roh, dalam alam
misal, dan dalam alam ajsam dengan masalah yang pelik-pelik dan sukar itu,
ialah sesudah murid-murid itu mempunyai pengetahuan tentang Syari', yang zahir,
seperti ilmu tauhid dan usuluddin, ilmu fiqh dan lain-lain, dan mempunyai ilmu
syari'at seperti ilmu tasawuf dan akhlak. Orang Sufi menghukumkan haram
mempelajari ilmu hakikat ini, sebelum seseorang mengetahui ilmu syari'at zahir
dan bathin itu. Maka oleh karena itu banyak guru melarang murid-muridnya
membaca kitab-kitab mengenai hakikat, sebelum datan pada waktunya.
Tetapi
sesudah dianggap datang masanya, maka sangat dianjurkan membaca kitab-kitab
itu, seperti yang pernah dikemukakan oleh Al-Jili, bahwa banyak sekali pada
masanya orang-orang Arab, Persi, Hindi, dan Turki membaca kitab-kitab mengenai
ilmu hakikat itu, dan jika pembacaannya itu akan membawa kepada amalnya, dan
menggiatkan ia berbuat ibadat serta melawan hawa nafsunya, maka sampailah ia
kepada tujuannya menjadi orang-orang tingkat arifin dan mursyid yang kamil.
Apakah kitab-kitab itu harus dipelajari memakai guru? Pertanyaan ini dijawab
oleh Syeikl Mustafa Al-Bakri dalam kitabnya "AI-Ka'sur Raqiq", bahwa
ha yang demikian itu tidak perlu, mereka tidak perlu memakai guru, karena dalam
tingkat muntahi ini orang-orang itu dianggap sudah layak membaca sendiri,
karena mereka sudah merupakan orang salih, orang yang sudah mencapai martabat
yang tinggi sebagaimana pernah diterangkan oleh Ibn Arabi dalam kitabnya
"Mawaqi'in Nujum".
Orang Sufi
menganggap suatu fadhilat, suatu amal yang tinggi nilainya mempelajari
ilmu-ilmu Sufi itu, karena ketinggian nilai ilmu-ilmu itu kitab-kitabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar